Dato’ H.Marwan Al-ja’fary: Satu dulang itu merupakan simbol bahwa kita bertuhan yang satu
Cakrawalanational.news-Pangkalpinang, Setelah keliling-keliling menghadiri peringatan 1 Muharam, Ketua MABMI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Dato H. Marwan Al-Ja’fary yang turun langsung memberikan pencerahan dari masjid ke masjid, turut menyaksikan bagaimana di dalam acara tersebut diadakan ‘Sepintu Sedulang’.
Pasalnya, tradisi dunia Islam ini biasanya dilaksanakan setiap menyambut dan memperingati hari-hari besar Islam, dan sudah merupakan adat istiadat budaya orang Melayu Bangka-Belitung.
Dari hasil pemantauannya, ternyata perkembangan adat istiadat ‘Sepintu Sedulang’ di Pulau Bangka-Belitung ini sudah mulai bergeser. Perubahan itu terlihat dari bentuknya, yakni dari ‘Sepintu Sedulang’ menjadi ‘Sepintu Serantang’ bahkan bisa menjadi ‘Sepintu Sekotak’.
Mengapa fenomena ini terjadi?, jawabannya karena masyarakat yang menganggung banyak yang tidak lagi menggunakan dulang dan tudung saji lagi, sebagai gantinya mereka sudah menggunakan rantang dan kotak. Alasannya, mungkin karena dianggap lebih ringkas.
Oleh sebab itu, H. Marwan yang merupakan Ketua Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia, menjadi gundah gulana. Sebab, filosofi ‘Sepintu Sedulang’-nya menjadi hilang dan tidak didapat lagi. Sedangkan menurut Marwan bahwa di dalam dulang itu terdapat makna konsep beragama dan juga konsep bernegara.
Dijelaskan Dato’ Marwan, konsep beragamanya bahwa di dalam dulang terdapat akidah, syariat, dan muamalah.
“Satu dulang itu merupakan simbol bahwa kita bertuhan yang satu, dan itu disebut akidah. Lalu, di dalam dulang terdapat lima piring. Itu melambangkan rukun Islam yang lima, dan merupakan bentuk syariat umat Islam. Kemudian, tudung saji yang berwarna-warni menggambarkan hubungan masyarakat yang beraneka ragam, namun hidup rukun dan damai. Itulah yang disebut muamalah”, terang Dato’.
Sementara konsep bernegaranya adalah bahwa di dalam dulang juga terkandung nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila. Tudung saji yang berwarna-warni itu menggambarkan Bhinneka. Satu dulang menjadi simbol dari Tunggal Ika. Sedangkan lima piring di dalam dulang itu melambangkan lima sila dalam dasar negara Pancasila, ungkapnya.
“Tapi kalau rantang dan kotak, filosofinya bagaimana? Sudah tidak ada lagi filosofinya,” tandasnya.
Kendati demikian, Iapun tetap mengapresiasi semangat masyarakat yang antusias ingin menganggung. Hanya saja, persoalannya terletak pada bentuk dulang yang sudah berubah.
Oleh karenanya, untuk mengatasi hal ini dan demi menjaga serta melestarikan adat budaya ‘Sepintu Sedulang’, maka MABMI akan mengadakan program berupa gerakan bagi-bagi 2.000 dulang untuk 200 masjid yang ada di Pulau Bangka.
Dato H. Marwan akan mengajak tiga Ulil untuk menyukseskan gerakan ini. Ketiga Ulil tersebut adalah: Ulil Amri (pemerintah), Ulil Amwal (kaum hartawan), dan Ulil Anfus (para sukarelawan).
“Alhamdulillah, sejak program ini digulirkan, sudah terkumpul 80 dulang dari para dermawan yang terketuk hatinya untuk mempertahankan adat istiadat orang Kepulauan Bangka Belitung” paparnya.
Dengan gerakan ini Dato’ berharap, agar partisipasi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung terus mengalir. Semoga, program ini dapat berjalan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
(Ha/CNN)