Bismillahirrahmanirrahim,
Yang saya hormati,
Bapak Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto
Saya, Haji Marwan Al-ja’fary, berbicara bukan atas nama pribadi saja, melainkan atas nama Rakyat Bangka, bahkan seluruh Indonesia yang merasakan betapa penegakan hukum hari ini sudah sangat parah kebobrokannya.
Ini adalah imbas dari kekuasaan masa lalu
yang manipulatif, koruptif, dan membodohkan bangsa.
Beberapa bulan lalu, saya dan beberapa rekan telah diputus bebas murni oleh Pengadilan Negeri Pangkalpinang di Pulau Bangka. Namun di Mahkamah Agung, tanpa sidang, tanpa saksi, putusan itu dibalik begitu saja, hanya lewat pemeriksaan berkas.
Dari seberang laut, di pulau Jawa, tepatnya di Jakarta yang dulu bernama Batavia, saya diputuskan bersalah dengan putusan 6 (enam) tahun penjara dan denda 300 juta rupiah.
Apakah ini keadilan, atau sekadar permainan kekuasaan, Bapak Presiden?
Bapak Presiden,
penanganan hukum seperti ini tidak berwibawa, seperti main-main. Dan kami tahu ini bukan hanya soal kami di Kepulauan Bangka Belitung (Babel), tetapi sudah menjadi cermin rusaknya penegakan hukum di negara ini.
Bagaimana rakyat bisa percaya pada hukum,
jika Silvester, yang jelas-jelas bersalah,
per 25 Oktober 2025 sudah 2.350 hari tidak ditangkap. Hanya karena dia kaki tangan penguasa lama.
Oknum jaksa di Kepulauan Bangka Belitung (Babel), seorang Kasi penyidik bernama Samhori merampok tiga mobil rakyat, satu dijadikan barang bukti sitaan tapi dua mobil lainnya dibawa ke Lampung untuk dipakai keluarganya. Samhori jaksa perampok ini hanya dipindahkan ke Aceh, bukannya dipecat apalagi dipidanakan.
Sedangkan dalam kasus yang mendera saya, saya hanyalah pembuat pertimbangan teknis kebijakan yang bisa ditindaklanjuti atau tidak oleh Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Erzaldi Rosman yang menandatangani MOU kerjasama dengan PT NKI untuk menanam pisang. Pertimbangan teknis itu telah dinyatakan oleh para ahlinya sesuai dan tak ada yang melanggar aturan.
Lalu, bagaimana bisa saya kemudian dijadikan tersangka, bahkan dipidana bersalah. Padahal masalah sebenarnya adalah perambahan hutan yang pelaku-pelakunya hari ini bebas berkeliaran. Dan yang menjadi catatan hakim maupun jaksa saat persidangan ketiga perusahaan yang menjadi pelaku kejahatan utama yaitu PT.BAM milik Rudianto Chen, PT SML milik Datuk Ramli Sutanegara dan PT FAL milik Abun Rebo, mereka telah mengakui kesalahannya di hadapan persidangan karena telah merambah kawasan hutan yang ditanami sawit, diatas izin PT NKI yang bekerjasama dengan Gubernur Babel Erzaldi Roesman. Dan mereka telah menyatakan sanggup untuk mengganti rugi kawasan hutan yang telah mereka rambah dan menyebabkan kerugian negara senilai 24 Miliar. Namun sampai sekarang ketiga perusahaan itu tidak pernah diproses oleh kejaksaan dan tak pernah dijadikan tersangka. Yang lucunya lagi kejadian kejahatan yang dilakukan oleh ketiga perusahaan tersebut kejadian di tahun 2023-2024. Sementara saya tahun 2022 sudah pindah tugas dari Kepala Dinas (Kadis) Kehutanan ke Sekwan (Sekretaris Dewan) Provinsi babel. Namun semua kejahatan yang mereka lakukan dibebankan oleh Hakim MA dan kejaksaan kepada saya. Ini adalah suatu kedzaliman dan jauh dari rasa keadilan yang kami dapatkan.
Kami tahu ini semua permainan, dan ini adalah ketidakadilan!!!
Hukum telah menunjukkan polanya:
Tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Tajam ke Bangka, tumpul ke Jawa.
Dan ini bukan hal baru, Pusat dalam sistem negara kesatuan sering berlaku sewenang-wenang terhadap daerah. Setelah hakim di daerah memutus dengan nurani, tapi
hakim di pusat membatalkannya dari balik meja, tanpa pernah mengetahui, apalagi merasakan langsung bagaimana dinamika di daerah, dalam hal ini di Bangka.
Demikian juga dalam soal pertimahan.
Dari dulu, orang-orang di Batavia, di Pulau Jawa, berlaku seenaknya terhadap tambang di Bangka, Belitung, dan sekitarnya.
Mereka mengatur, mereka menikmati,
sementara kami di sini yang menanggung debu dan luka.
Sejak zaman Belanda, ketidakadilan sudah dipraktikkan oleh penguasa di Jawa.
Dan untuk Bapak Presiden ingat:
jika datang ke Pulau Bangka, Bapak akan melalui Bandara Depati Amir.
Depati Amir, Pahlawan Nasional, adalah inspirasi bagi kami, orang-orang Bangka, yang menolak diam atas perlakuan zalim Batavia.
Hari ini, Batavia telah berubah menjadi Jakarta. Belanda memang telah pergi, digantikan oleh Republik Indonesia. Namun, perlakuan kekuasaan dalam kehakiman dan pertambangan tidak berubah menjadi lebih baik, bahkan semakin buruk dan kejam.
Jika para penjajah dari Belanda berlaku dzalim kita lawan!
Apakah penjajahan dari bangsa sendiri akan kita diamkan?
Bapak Presiden,
kami percaya Bapak adalah pemimpin yang mengerti, rasa dipinggirkan. Kami tidak menentang hukum, kami hanya menolak kedzaliman yang mengatasnamakan hukum. Dalam segala hal kedzaliman pertambangan, perkebunan, dan penegakan hukum.
Kami tidak akan diam,
karena kami tahu, yang berpihak pada kebenaran, tidak akan pernah sendirian.
Salam Hormat,
Dato’ H Marwan Al-ja’fary


 .
. 
							











