Cakrawalanational.news-Pangkalpinang, Dalam menghadapi kasus korupsi, seringkali terjadi kesalahan dalam penafsiran dan pembuktian, sehingga orang yang tidak bersalah terjebak dalam jeratan hukum. Berikut adalah strategi hukum yang dapat digunakan untuk membebaskan terdakwa korupsi yang tidak bersalah, seperti yang pernah dikemukakan oleh William Edson Apena, seorang praktisi hukum pidana sekaligus Advokat dari Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), diantaranya adalah :
1. Menekankan Azaz Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld)
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim hanya dapat memutus bersalah jika sekurang-kurangnya memiliki 2 alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim. Oleh karena itu, jika terdakwa tidak memiliki niat (mens rea) ataupun perbuatan yang melawan hukum (actus reus), maka ia tidak dapat dipidana.
Dasar Hukum: Pasal 183 KUHAP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
2. Menguji Unsur Pasal Tindak Pidana Korupsi
Unsur pasal tindak pidana korupsi harus sesuai dengan fakta dan tidak ada kerugian keuangan negara yang nyata dan terukur berdasarkan audit BPK dan BPKP.
Dasar Hukum: Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3. Menggunakan Pedoman Pemidanaan
Perma Nomor 1 Tahun 2020 mengatur tentang pedoman pemidanaan, yang menekankan tingkat kesalahan, peran, niat, dan akibat. Oleh karena itu, jika terdakwa tidak memiliki kesalahan (no culpability), maka tidak relevan masuk dalam rentang kepidanaan.
Dasar Hukum: Perma Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan.
4. Membantah Alat Bukti Penuntut Umum
Alat bukti yang digunakan oleh penuntut umum harus sah dan relevan dengan kasus. Jika audit kerugian negara tidak dilakukan oleh BPK atau BPKP, maka dapat ditolak.
Dasar Hukum: Pasal 184 KUHAP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
5. Mendorong Distingsi Mal Administrasi
Kesalahan administrasi tidak sama dengan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, jika kesalahan terdakwa masuk kategori administrasi, maka sanksinya administratif bukan pidana.
Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
6. Mengajukan Eksepsi atau Pledoi
Eksepsi atau pledoi yang kuat dapat membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah. Fokus pada pembuktian tidak terpenuhinya unsur dan tiadanya kerugian negara.
Dasar Hukum: Pasal 182 KUHAP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
7. Menggunakan Yurisprudensi
Putusan Mahkamah Agung yang relevan dapat digunakan sebagai penguat argumen. Contoh: Putusan MA Nomor 1555 K Tahun 2015 dan Putusan MA Nomor 1261 Tahun 2014.
Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
8. Membangun Narasi yang Kuat
Tunjukkan bahwa terdakwa adalah korban kriminalisasi kebijakan dan tidak ada bukti niat untuk memperkaya diri atau orang lain.
Dengan menggunakan strategi hukum ini, diharapkan terdakwa korupsi yang tidak bersalah dapat dibebaskan dari jeratan hukum.
Dari kesimpulan di atas, maka Ia menegaskan bahwa strategi untuk membebaskan terdakwa korupsi yang tidak bersalah meliputi beberapa langkah penting, yaitu: membuktikan unsur pasal tidak terpenuhi, menunjukkan tidak ada kerugian negara, menggunakan pedoman pemidanaan, menggeser perkara dari ranah pidana ke ranah administrasi, membuat putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat ditelaah kembali, apakah kemungkinan masih ada kekurangan dan kekeliruannya. Yang jelas, penulis mendapatkan sumber ini berasal dari Tiktok William Edson Apena. Sembari mengekspos artikel ini bertujuan memberikan ruang publik untuk terdakwa korupsi yang tidak bersalah seperti halnya yang terjadi pada H Marwan mantan Kadis KLH Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang terindikasi dikriminalisasikan dan dipaksakan bersalah oleh pihak kejaksaan tinggi Babel.
Kendati putusan Pengadilan Negeri Pangkalpinang Bangka Belitung (Babel) telah menyatakan beliau (H Marwan) bebas, namun Kejati Babel kurang puas, tetap terus melakukan Kasasi ke tingkat MA untuk mencari-cari pembenaran dan kemenangan yang dzolim.
Dengan demikian, apakah pada hakekatnya hukum harus memerlukan pendekatan yang komprehensif dan teliti?, sehingga keadilan dapat ditegakkan dengan sebenar-benarnya?. Apakah orang yang tidak bersalah dapat dibebaskan dari jeratan hukum yang menyesatkan? Wuallahualam bisawab, artinya “Allah yang Maha Mengetahui”.


.












