Example 728x250.

Tanggapi Kritik DPRD Soal Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD 2024, Begini Respon Gubernur Sumbar

banner 120x600

Cakrawalanational.news-Padang, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) menanggapi kritik DPRD terkait belum optimalnya realisasi pendapatan dan belanja APBD Tahun Anggaran 2024. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur Mahyeldi Ansharullah dalam rapat paripurna DPRD, Selasa (17/6/2025), di gedung DPRD Sumbar.

Pendapatan Belum Optimal

Mahyeldi mengakui bahwa realisasi pendapatan daerah masih di bawah target. Ia menjelaskan bahwa sejumlah faktor mempengaruhi hal tersebut, mulai dari kondisi ekonomi daerah, penurunan kemampuan ekonomi masyarakat, hingga rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak.

“Pendapatan dari pajak daerah sangat tergantung pada kondisi ekonomi masyarakat. Selain itu, kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap pajak juga turut memengaruhi,” ujarnya.

Ia juga menyoroti masih rendahnya kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Oleh sebab itu, Pemprov melakukan evaluasi bisnis untuk meningkatkan kinerja BUMD ke depan.

Target RPJMD Akan Dikejar

Menanggapi kritik soal target pendapatan yang belum sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Mahyeldi menyebutkan bahwa Pemprov akan lebih fokus untuk menyelaraskan target pendapatan dalam RPJMD 2025–2029.

“Kami berkomitmen untuk terus mengoptimalkan pendapatan daerah melalui berbagai inovasi, termasuk memanfaatkan aset daerah dan potensi ekonomi lainnya,” tambahnya.

Realisasi PAD Terendah dalam 5 Tahun

Wakil Ketua DPRD Sumbar, M. Iqra Chissa Putra, saat memimpin rapat paripurna, menyampaikan bahwa sejumlah fraksi menilai pengelolaan keuangan daerah belum maksimal. Realisasi total pendapatan hanya 94,53 persen, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mencapai 88,03 persen.

“Ini merupakan capaian PAD terendah dalam lima tahun terakhir,” tegas Iqra.

Ia juga menyoroti rendahnya realisasi belanja daerah. Dari alokasi Rp7,01 triliun, belanja yang terserap hanya 92,97 persen. Belanja operasional tercatat sebesar 96,22 persen, sementara belanja modal hanya 89,37 persen.

“Pemerintah daerah perlu menjelaskan penyebab rendahnya realisasi belanja dan dampaknya terhadap capaian program serta kegiatan pembangunan,” pungkasnya.

(ril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *