Cakrawalanational News-Nagan Raya, Puluhan warga Desa Babah Lueng, Kecamatan Tripa Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, melalui Gerakan Masyarakat Observasi dan Control Terpadu (GMOCT), wadah gabungan media online dan cetak ternama ini mendapatkan informasi dari media online Bongkarperkara.com, untuk mendesak Presiden RI Prabowo Subianto, segera mengusut tuntas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Agrina, perusahaan ini sebelumnya dikenal sebagai PT. SPS II.
Menurut warga sekitar perusahaan tersebut, telah melakukan pembukaan lahan secara besar-besaran di hutan belantara, merampas lahan masyarakat, dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat serta mengancam satwa liar.
Konflik ini bermula dari putusan Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2017 yang mewajibkan PT. SPS II melakukan penghijauan kembali. Namun, faktanya, perusahaan tersebut justru kembali membuka lahan secara besar-besaran, mengakibatkan hewan liar sering memasuki pemukiman warga, mirisnya lagi, perusahaan tersebut secara sepihak mengklaim lahan milik warga, hingga memicu bentrokan di lapangan.
Informasi yang dihimpun awak media di lapangan, pada Selasa (21/1) yang kemarin, puluhan warga Babah Lueng melakukan aksi penghentian aktivitas PT. SPS II/PT. Agrina di lahan mereka, kemudian Asisten perwakilan dari perusahaan sempat berjanji menghentikan penanaman di lahan tersebut. Namun, janji tersebut tampaknya tak diindahkan pihak perusahaan.
Muslem salah seorang warga setempat yang menjaga lahan plasma, membenarkan bahwa lahan yang disengketakan berada di wilayah Babah Lueng, Kecamatan Tripa Makmur, bukan di Puloe Kruet seperti yang diklaim perusahaan.
“Patok batas wilayah sudah jelas terlihat di tengah PT. Gelora Sawita Makmur (GSM)”, tegas Muslem.
Sementara itu, pihak perusahaan pernah membuat pengaduan terhadap beberapa orang warga ke Polda Aceh dengan laporan pengancaman dan memasuki pekarangan tanpa izin.
Namun laporan itu dibantah warga, Safari IS, M, dan warga Desa Babah Lueng.
Warga telah memenuhi panggilan Polda Aceh untuk klarifikasi terkait laporan PT. SPS II tentang dugaan pengancaman dan memasuki pekarangan tanpa izin pada 17 Oktober 2024 yang lalu.
Safari IS bersama warga membantah tuduhan tersebut dan justru menyatakan bahwa merekalah yang seharusnya melaporkan perusahaan atas dugaan perampasan lahan yang telah mereka garap selama bertahun-tahun.
Menurut informasi warga sekitar, lahan tersebut sebagian telah dibagikan oleh desa seluas 2 hektar per KK dan dilengkapi Surat Sporadik, kini diklaim masuk dalam HGU PT. SPS II, meskipun Kepala BPN Nagan Raya sebelumnya menyatakan tidak ada HGU PT. SPS II di Desa Babah Lueng.
“Warga tidak menolak program plasma, namun kami menolak lahan perkebunan yang telah kami tanami bibit sawit dijadikan lahan plasma”, jelas Safari IS.
Menariknya seperti kebal hukum, Humas PT. SPS II/PT. Agrina menanggapi protes warga dengan menantang agar melaporkan perusahaan ke pihak berwajib.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Aiptu Zahrul Afwadi, S.H., tidak membuahkan hasil karena nomor kontak awak media diblokir.
Lebih jauh lagi, Pak Manto, warga Puloe Kruet, Kecamatan Darul Makmur, menyatakan bibit sawit miliknya ditimbun oleh alat berat PT. SPS/Agrina. Ia telah melaporkan kejadian ini ke Polres Nagan Raya.
Warga melalui GMOCT mendesak Presiden, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Pertanian untuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan mafia tanah dan menyelidiki siapa dalang di balik pemberian izin plasma di lahan perkebunan warga yang kini dikuasai PT. SPS II/PT. Agrina.
Kini, kasus ini menjadi sorotan masyarakat luas, bahwa pentingnya perlindungan hak-hak masyarakat atas tanah dan sumber daya alam dengan menjaga ekosistem dan habitat yang ada di alam hutan Naga Raya tidak rusak dan punah akibat keserakahan sekelompok orang untuk memperkaya diri dengan cara cara yang salah.
(RDW)