CNN-Tanjungpandan, Suasana tenang dan nyaman beberapa bulan terakhir yang dirasakan oleh penambang kecil di Pulau Belitung dan Belitung Timur (Beltim) seketika mencekam.
Pasalnya, masalah ekonomi rakyat yang turun terperosok tajam, sebab saat ini tidak adanya lagi pembelian pasir timah oleh kolektor di tengah masyarakat. Bahkan, kabarnya akan tutup kegiatan ‘Meja Goyang’ untuk proses lobi timah dalam waktu yang cukup lama. Imbasnya, ekonomi masyarakat Belitung yang masih ketergantungan dengan unggulan komoditas timah menjadi terpuruk.
Sedangkan, bagi masyarakat di Dua Kabupaten tersebut masih berharap sepenuhnya dengan Komoditas Timah sebagai sektor unggulan. Karena tidak kurang dari 35 persen masyarakat masih bergantung hidup dari sektor tambang timah rakyat berskala kecil.
Menanggapi hal itu, Media Cakrawala Nationalnews turun ke beberapa titik Kecamatan guna melihat dan mendengar langsung seperti apa fakta-fakta di lapangan agar bisa disampaikan secara luas kepada seluruh pemangku kebijakan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Minggu (15/09/2024).
Salah satu Ad, warga yang berdomisili di Kecamatan Membalong menyatakan dengan lantang atas peristiwa perkara Komoditas timah yang sedang berproses di Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) mengakibatkan ekonomi mereka sebagai rakyat kecil menjadi korban dan menurun.
Sebab, perkara itu membuat semua para kolektor timah menjadi was-was sehingga proses lobi dan ‘Meja Goyang’ para kolektor terhenti.
“Kami menambang mengunakan alat yang paling sederhana serta paling murah, cukup menyiapkan mesin robin kapasitas 7 PK sudah bisa bekerja, bahan bakar 5 Sampai 10 liter bisa kerja dari pagi sampai sore”, ungkap Ad dengan nada sedih.
Ditambahkannya, apabila memang benar kolektor berhenti membeli timah, tentu yang akan menderita ialah mereka sendiri. Karena keterkaitan kemanakah akan menjual pasir timah yang telah didapat.
“Selama ini kami sangat terbantu dengan aktifitas meja goyang dalam hal pembelian pasir timah, saya berharap kepada seluruh pejabat-pejabat agar sesegera mungkin carikan solusi dikarenakan anak-anak kami butuh kehidupan serta pendidikan yang layak”, imbuh Ad.
Senada dikatakan Wt, seorang perempuan setengah baya membawa mangkok berwarna hijau kecil yang berisi timah berkisar 4 kiloan ikut bercerita.
“Ini hasil saya melimbang mengambil timah dari ujung sakkan selama 3 hari kemarin, sudah kurang lebih empat desa saya lalui untuk mencari meja goyang yang buka, Alhamdulilah belum ketemu meja yang buka bang”, ujar Wt.
Dikatakan Wt yang merupakan warga Dusun Aik Malik mempertanyakan, mengapa keadaan kondisi timah seperti ini, dan tak seperti biasanya penjualannya lancar-lancar saja namun sangat berbeda dengan sekarang.
“Timah dalam mangkok inilah harapan satu satunya untuk membeli beras serta lauk untuk makan sekeluarga”, ungkapnya lirih.
Ditempat yang berbeda, seorang kolektor timah awalnya enggan bercerita saat didekati Media Cakrawala Nationalnews dan terkesan irit bicara. Akan tetapi setelah awak media menyampaikan maksud dan tujuan akhirnya mau buka suara.
“Saya bukan tidak mau buka bang (Meja Goyang-red), tapi butuh kepastian smelter mana yang mau menerima timah yang kami beli dari masyarakat, kami juga punya keterbatasan modal usaha uang untuk operasional pembelian pasir timah bang”, ungkapnya.
Sembari Ia katakan, bahwa mereka pun butuh kepastian hukum dan keamanan sehingga proses produksi lobi timah berjalan lancar.
“Jangan pas kami buka tahu-tahu sudah rame di media sosial tentang pemberitaan meja goyang bang, kalau tidak ada kepastian keamanan berusaha dan siapa yang akan membeli pasir timah. Kami kolektor dibawah tidak bisa juga berbuat banyak,” ujar kolektor timah yang namanya dirahasiakan ini dengan penuh harap.
(pit)